Kesiapan Indonesia untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi
berbasis pengetahuan perlu ditingkatkan
karena kemampuan lembaga penelitian
untuk menghasilkan produk-produk
inovatif perlu didorong lebih lanjut.
Peningkatan di berbagai aspek seperti
pengembangan sumber daya manusia dan
peningkatan fasilitas penelitian dapat
dikembangkan dengan mendorong
partisipasi industri dan pemerintah (Wu
et al., 2018).
Pendidikan mengalami
perkembangan yang cukup pesat,
khususnya pendidikan kejuruan.
Perkembangan pendidikan vokasi tidak
lepas dari kemajuan teknologi dan
industri yang semakin pesat.
Pesatnya
kemajuan di bidang teknologi dan industri
harus diimbangi dengan kualitas sumber
daya manusia yang mampu memenuhi
kebutuhan Dunia Usaha/Dunia Industri
dan mampu bersaing di era globalisasi.
Untuk memenuhi kebutuhan Dunia
Usaha/Dunia Industri yang mampu
bersaing di era globalisasi, dibutuhkan
sumber daya manusia yang memiliki
keterampilan dan kompetensi yang
unggul.
Oleh karena itu, peran pendidikan
vokasi dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang memiliki keterampilan dan
kompetensi unggul sangat penting. Salah
satu penyelenggara lembaga pendidikan
formal adalah Sekolah Menengah
Kejuruan.
Clarke & Winch, (2012)
mendefinisikan pendidikan kejuruan
adalah pendidikan yang mempersiapkan
generasi muda dan pemuda untuk
memasuki dunia kerja, pendidikan
kejuruan adalah suatu proses yang
pembelajarannya berkaitan dengan
masalah teknis dan praktis.
Pasal 21 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidikan kejuruan adalah
pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama
untuk bekerja di bidang tertentu.
Sejalan
dengan undang-undang tersebut, Pasal 76
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan menyatakan bahwa
pendidikan menengah kejuruan adalah
pendidikan yang membekali peserta didik
dengan kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta keterampilan
kejuruan yang profesional sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Mahasiswa
diharapkan memiliki soft skill, hard skill,
kompetitif, siap kerja, dan memiliki jiwa
wirausaha. Kemampuan tersebut dapat
dicapai dengan pembelajaran teori dan
praktik yang memfasilitasi siswa untuk
menguasai kompetensi abad 21 sehingga
siap bersaing di era Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan perluasan dan
pemerataan mutu sekolah menengah
kejuruan disamping peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik yang disajikan pada Gambar 1,
jumlah Tingkat Pengangguran lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia
pada Februari 2019 paling tinggi di antara
pendidikan lainnya, yakni 8,63%, disusul
Diploma I/II/III.
Sedangkan menurut
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan hasil Survei Tenaga
Kerja Nasional Provinsi Jawa Tengah
Februari 2019 tingkat pengangguran
terbuka lulusan SMK di Jawa Tengah
sebesar 7,94% menempati posisi kedua
dan pertama posisi lulusan Diploma
I/II/III adalah 8,41% dari total angkatan
kerja 18,59 juta orang.
Peran SMK masih
belum optimal, terbukti dengan masih
tingginya angka pengangguran lulusan
SMK.
Menghadapi perkembangan
teknologi saat ini, Lembaga Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan sebagai salah satu
lembaga lulusan guru juga dihadapkan
pada semakin berkurangnya jumlah guru
yang kompeten dan produktif untuk
mengajar kurikulum di Sekolah Menengah
Kejuruan dengan mengikuti laju teknologi.
Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
sinkronisasi dengan SMK dan dunia
industri(Gunadi, 2013). Iklim kerja atau
budaya industri harus dihadirkan di ruang
kelas pendidikan kejuruan. Keberhasilan
pendidikan kejuruan tidak semata-mata
diukur dari pencapaian kompetensi
sebagai hasil dari proses pembelajaran di
sekolah, tetapi ditentukan oleh kinerja di
tempat kerja.
Penunjang pendidikan
vokasi ini harus memiliki hubungan
dengan dunia usaha dan industri, karena
lulusan lembaga tersebut terutama
dirancang untuk dapat bekerja di dunia
industri dan dunia usaha(Widarto, 2019).
Fakta ini juga menunjukkan adanya
ketidaksesuaian antara kompetensi yang
dibutuhkan industri dengan kompetensi
lulusan SMK.
Untuk dapat menyelaraskan
kompetensi yang dibutuhkan industri
dengan kompetensi lulusan SMK
diperlukan pelibatan industri dalam
pelaksanaan pembelajaran di SMK, untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan mutu
kompetensi lulusan lulusan agar terserap
dan mengikuti pembelajaran.
Kompetensi
yang dibutuhkan oleh industri. Perlu
adanya program yang dapat
mensinkronisasikan antara SMK dan
industri yaitu link and match.
Link and
match merupakan kebijakan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia untuk meningkatkan relevansi
SMK dengan kebutuhan industri. Dengan
kebijakan ini diharapkan dapat
mengurangi jumlah pengangguran lulusan
SMK.
Sejalan dengan kebijakan tersebut,
mengikuti Nota Kesepahaman No. NK
010/2018 SMKN 1 Purworejo telah
melakukan program link and match
dengan Toyota dan Yayasan Astra berupa
program Kelas Budaya Industri.
SMK
Negeri 1 Purworejo merupakan satusatunya sekolah negeri yang ditetapkan
Toyota sebagai sekolah yang bekerjasama
membentuk Kelas Budaya Industri Toyota
dan Yayasan Astra.
Dengan
terselenggaranya kerjasama SMKN 1
Purworejo dengan Toyota dan Yayasan
Astra berupa program Kelas Budaya
Industri diharapkan dapat meningkatkan
mental dan karakter seluruh lulusan
SMKN 1 Purworejo untuk memasuki dunia
industri.
Kemitraan merupakan langkah
efektif untuk pembelajaran dan
pendidikan kejuruan. Kemitraan
merupakan langkah paling efektif dalam
mendukung pembelajaran kejuruan.
Ketika sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan membuka kesempatan kepada
siswa untuk menjalin hubungan dengan
berbagai perusahaan, pusat pelatihan, dan
sistem pendidikan vokasi, perusahaan
akan didorong untuk memahami
pentingnya kemitraan dan kemudian
didorong untuk mengambil bagian di
dalamnya(Nurhadi & Lyau, 2018).
Sallis, (2014) menyatakan bahwa
80% kegagalan kemitraan disebabkan
oleh manajemen, sedangkan 20% sisanya disebabkan oleh faktor lain. Hal ini
didukung oleh pernyataan Frank & Smith,
(2000) yang berpendapat bahwa
hambatan dari kemitraan mungkin terjadi
jika personel yang bernegosiasi kurang
memahami manfaat kemitraan.
Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian tentang manajemen kemitraan
antara SMKN 1 Purworejo Kompetensi
Keahlian Teknik Otomotif Kendaraan
Ringan dengan Toyota dan Yayasan Astra
perlu dilakukan.
Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diketahui pelaksanaan
program kemitraan yang dijalankan,
ditinjau dari aspek manajemen
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
serta dapat menjadi masukan dan evaluasi
bagi SMKN 1 Purworejo dan Toyota dan
Astra Foundation, sehingga lulusan SMKN
1 Purworejo dapat lebih meningkatkan
kualitas kompetensi kelulusannya untuk
diserap di industri terkait sesuai dengan
kompetensi keahliannya.
Posting Komentar untuk "Kemitraan Manajemen Teknik Otomotif Dengan Yayasan Toyota Astra"